Mohon tunggu, kami sedang memproses pembayaran Anda.
Mohon untuk tidak menutup atau melakukan reload halaman ini.
Terima Kasih.
Nasabah yang Terhormat,
Belakangan ini istilah
resesi makin sering didengungkan dan menjadi bagian dari dinamika dalam
pengambilan keputusan investasi. Bagaimana tidak, resesi adalah kondisi di mana
ekonomi mengalami penurunan setidaknya dalam 2 kuartal berturut-turut. Dalam
konteks investasi instrumen pasar modal, misalnya, resesi berarti emiten atau
perusahaan secara umum mengalami penurunan laba atau bahkan merugi karena turunnya
daya beli. Pemburukan kondisi keuangan perusahaan tentunya akan membuat harga
sahamnya maupun harga obligasinya rentan terhadap koreksi karena aksi jual
investor dan dalam kondisi tertentu penurunan peringkat utang.
Ya, resesi memang
membuat pelaku pasar menyesuaikan posisi portfolionya sehubungan dengan sinyal
akan berubahnya dinamika ekonomi. Sesuatu yang dapat dipahami dan dimengerti.
Baiklah kita pilah
pernyataan di atas.
Pertama, kenapa
terjadi resesi?
Dalam konteks siklus
bisnis, resesi adalah hal yang wajar, karena ekonomi dari waktu ke waktu akan
bergerak terlalu cepat dan mencapai kapasitas optimalnya. Secara mikro,
perusahaan dapat tumbuh dengan cepat dan menjadi besar sehingga pertumbuhan
pendapatannya melambat seiring dengan terbatasnya permintaan, munculnya
kompetisi dan lain-lain. Lalu perusahaan berinovasi dan kembali menemukan cara
untuk dapat tumbuh kembali. Secara akumulatif bisa saja ini terjadi di
perekonomian suatu negara. Kadang-kadang disebut overheat. Pemerintah
dapat turun tangan dengan berbagai kebijakan untuk mendinginkan kembali ekonomi
sehingga dapat mengalami pertumbuhan yang ideal.
Saat ini, yang memicu potensi resesi di Indonesia dan bahkan di seluruh dunia adalah pandemi Covid 19. Faktor tunggal ini memang berbeda dari resesi yang disebabkan siklus bisnis normal. Solusi utama tentunya mencari vaksin Covid 19 dan semuanya bisa kembali normal. Di sini faktor psikologis menjadi penting. Buat sebagian pelaku pasar, faktor ketidakpastian ini cukup tinggi sehingga mereka memilih keluar dari instrumen saham maupun obligasi mengingat fluktuasi harganya sangat tinggi dan dapat terkoreksi sangat cepat. Buat sebagian pelaku lainnya, ini bisa dijadikan momentum untuk mengakumulasi atau melakukan dollar cost averaging portofolio investasi mereka.
Selain aktivitas pencarian
vaksin, pemerintah di seluruh dunia mencoba menghentikan atau memperlambat
pandemi ini melalui berbagai upaya dan kebijakan. Di Indonesia, selain upaya di
sektor kesehatan, berbagai stimulus mulai diluncurkan sebagai solusi transisi. Kebijakan
fiskal dan moneter terus dilakukan. Berbagai kebijakan ini dilakukan agar dampak
ekonomi terutama pada daya beli khususnya kelompok masyarakat terdampat tidak
memburuk dan dapat melewati masa tunggu ini.
Dari sisi penangan
pandemi, kebijakan PSBB akan terus dilakukan berbagai pemerintah daerah untuk mengurangi
perluasan penularan. Pemprov DKI Jakarta sendiri kembali melakukan PSBB sejak
tanggal 14 September dan diperpanjang sampai 11 Oktober 2020. Peningkatan kasus
harian mulai melambat. PSBB sendiri di Indonesia bukan dalam bentuk total
lockdown namun masih memberikan ruang kegiatan ekonomi tetap berjalan.
Sekarang kita bicara
peluang investasi. Secara harga tentunya IHSG yang sudah turun 22% tahun ini
menawarkan kesempatan untuk melakukan investasi di harga rendah. Kondisi
pandemik tentunya tidak bisa diprediksi kapan selesai, namun dengan
perkembangan teknologi, kemampuan manusia menemukan solusi tentunya semakin cepat
dan baik. Berbagai badan dunia memperkirakan tahun depan ekonomi dunia mulai
pulih dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5.4% dari minus 4.9% di tahun ini.
Reksa dana menawarkan investor kesempatan untuk berinvestasi pada berbagai jenis instrumen pasar modal apakah itu saham, obligasi dan instrumen lainnya dalam bentuk portofolio. Keunggulan portofolio tentunya diversifikasi, atau kemampuan untuk beradaptasi terhadap goncangan harga setiap instrumen. Berbagai jenis reksa dana menawarkan berbagai pilihan portofolio terdiversifikasi dengan sesuai tingkat risiko yang dibutuhkan nasabah.
Sebagai bagian dari perencanaan keuangan jangka
panjang, reksa dana saham dalam kondisi
resesi bisa menjadi pilihan untuk melakukan dollar cost averaginguntuk hasil yang optimal. Salah satu kutipan menarik dari Harvard Business
Review edisi Februari 2009, menyatakan “Inaction
is the riskiest response to the uncertainties of an economic crisis.” Untuk
kebutuhan yang lebih pendek, reksadana pasar uang dan pendapatan tetap bisa
menjadi pilihan berinvestasi karena aspek likuiditas dan pendapatan regular
yang didapatkan dari kupon.
Kalau ditanya subs atau redeem?
Tergantung apa tujuan
keuangan Anda. Subs atau redeem tentunya tergantung apa tujuan
keuangan Anda. Redemption atau
penjualan kembali adalah mekanisme untuk menyeimbangkan komposisi investasi Anda
karena tujuan investasi berubah atau profil risiko berubah. Atau bisa juga
karena ada kebutuhan dana jangka pendek. Idealnya penjualan kembali bukan
karena kepanikan atau ketidaksabaran karena hal tersebut dapat membuat tujuan
investasi di reksa dana tidak tercapai. Fluktuasi jangka pendek memang tidak
terhindarkan di dunia investasi. Sebagai pengingat, investasi sendiri bisa
sangat rewarding ketika kita cukup disiplin dan sabar.
Salam,
Marsangap P. Tamba
Chief Executive Officer
PT Danareksa Investment Management